Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengungkapkan dirinya sudah memaafkan pelaku penyiraman air keras. Meskipun begitu, ia mempertanyakan tuntutan 1 tahun penjara yang diberikan kepada kedua pelaku, Rahmad Kadir Mahulette dan Rony Bugis. Sebelumnya diketahui kedua pelaku menyiram air keras ke wajah Novel Baswedan pada 11 April 2017.
Ia mengaku sebenarnya sudah memaafkan pelaku. "Saya ingin jelaskan bahwa sejak awal saya diserang, saya katakan bahwa saya maafkan pelaku," kata Novel Baswedan, dalam acara Kabar Petang di TvOne , Sabtu (13/6/2020). Selain itu, Novel juga sudah menerima fakta penyerangan air keras yang mengakibatkan cacat permanen pada kedua matanya.
Mata sebelah kiri Novel mengalami buta permanen. "Saya menerima apa yang terjadi pada diri saya agar saya bisa bekerja dengan benar benar," tutur Novel. "Karena saya khawatir ketika proses berjalan dengan bermasalah, akan menjadi tekanan psikis buat saya," lanjutnya.
Meskipun begitu, Novel menyebutkan ada pertanyaan yang mengganjal dalam proses kasusnya. Hal ini menjadi perhatian utama dan tuntutan dirinya sebagai korban. "Tapi pertanyaannya adalah kenapa kemudian dituntut ringan?" tanya Novel.
Ia mengatakan awalnya sudah mengetahui kedua pelaku akan dituntut ringan. "Ini sebenarnya saya sudah mendapat banyak informasi. Bahkan ketika keluar dari ruang sidang, ketika saya doorstop dengan awak media, ada awak media yang sudah memberi tahu saya," jelas Novel. "'Pak Novel, ini nanti sanksinya sekian'. Saya sudah diberitahu bahwa akan seperti itu," lanjutnya.
Mengetahui hal tersebut, Novel mengungkapkan keheranannya. Pasalnya selama penyelidikan banyak hal yang dirasa janggal. "Saya heran, kenapa kok bisa begitu?" tanya Novel.
"Saya memang sudah melihat, kok ada hal yang janggal?" tambahnya. Novel menuturkan jalannya sidang juga mengandung kejanggalan. Air keras yang mengakibatkan cacat pada matanya disangkal sebagai air aki.
Dari situ Novel sudah menduga tuntutan kedua pelaku akan diringankan. Novel menyebutkan selama persidangan pertanyaan selalu diarahkan untuk mengikuti pengakuan terdakwa. "Begitu juga dengan fakta yang saya lihat di ruang sidang. Ketika di ruang sidang itu hanya mengarahkan untuk mengikuti keterangan dari terdakwa bahwa air yang dipakai adalah air aki," papar Novel.
"Itu justru terlihat sekali bahwa arahnya akan diringankan," ungkapnya. Novel menambahkan banyak fakta yang tidak diperiksa selama sidang. Selain itu, banyak saksi kunci yang tidak dihadirkan dalam sidang.
"Begitu juga dengan ketika di persidangan proses yang diperiksa hanya sampai ketika saya diserang dan seterusnya," kata Novel. "Peristiwa ketika saya belum diserang tidak diperiksa. Saksi saksinya tidak dihadirkan dan tidak diperiksa," jelasnya. Sebelumnya, Novel menuturkan ada sejumlah kejanggalan dalam kasus yang ia alami.
Kejanggalan tersebut meliputi hilangnya alat bukti, tidak dihadirkannya saksi kunci, sampai keterangan Novel sebagai korban diragukan. Novel menyebutkan para penyidik hanya menggunakan keterangan terdakwa dan mengabaikan keterangan korban atau saksi saksi lainnya. "Alat buktinya hanya keterangan terdakwa. Masa iya, keterangan saksi saksi yang bukan cuma saya dan disumpah itu diabaikan?" ungkap Novel Baswedan.
Novel menilai hal tersebut janggal karena terdakwa punya hak untuk membela diri dalam keterangan yang ia sampaikan. "Terus fakta fakta di lapangan diabaikan, hanya mengikuti keterangan terdakwa, yang dia punya hak untuk membela diri," papar Novel. "Ini 'kan suatu hal yang aneh," kecamnya.
Novel lalu menyinggung peristiwa penyiraman air keras ke wajahnya yang disebut sebagai ketidaksengajaan. Diketahui penyerangan itu terjadi saat Novel sedang menyelidiki kasus korupsi pengadaan KTP elektronik yang melibatkan anggota DPR dan oknum pejabat lainnya, serta menjerat Ketua DPR Setya Novanto. Akibat penyiraman itu Novel harus menjalani perawatan.
Kini mata sebelah kiri Novel menjadi cacat permanen. "Ditambah lagi ketika dikatakan 'tidak sengaja' tadi. Apakah iya, ketika menyiram dengan air keras, berarti dia tidak sengaja melukai?" tanya Novel. "Saya kira logikanya aneh," tegasnya.
Ia juga menyinggung pengertian 'sengaja' yang telah dibelokkan. "Tambah lagi pengertian mengenai apa itu 'sengaja'," ungkit Novel. Menurut Novel, dalam ranah hukum ada pengertian sendiri tentang perbuatan yang disengaja.
Novel menyebutkan hal tersebut adalah pengertian dasar yang dipahami mahasiswa hukum. "Tentunya apabila orang awam dengan orang yang belajar hukum, pengertian 'sengaja' itu berbeda," kata Novel. "Pengertian sengaja dalam ilmu hukum itu diajarkan di pelajaran kuliah mahasiswa hukum. Saya kira di awal awal tentang ilmu pembuktian," tuturnya.
Novel mengecam alasan yang diungkapkan pelaku dalam penyidikan. "Apabila hal itu tidak dimengerti, kira kira kita mau ngomong apa lagi? Saya kira keterlaluan," tandas Novel.