– Profesor James Rae, guru besar di California State University Sacramento mengritik pemerintah AS yang secara sistematis membangkitkan kembali sentimen anti China. Saat Presiden AS Donald Trump dan Menlu Mike Pompeo mengecam aplikasi Tiktok dari ByteDance, yang dinilai membahayakan keamanan nasional, mereka tidak berpikir itu hipokrisi. “Perusahaan teknologi dan perusahaan telekomunikasi Amerika ada di mana mana di seluruh dunia, membajak data pribadi dan bekerja sama dengan pemerintah Amerika untuk alasan keamanan nasional,” tulis James Rae di kolom opini laman CGTN.com, Kamis (6/8/2020).

James Rae seorang Fulbright Scholar di Beijing Foreign Studies University dari 2017 hingga 2018. Tulisannya sangat tajam, membedah kebijakan luar negeri Gedung Putih yang disebutnya demonisasi perang dingin. Di mata James Rae, kebijakan luar negeri Trump yang menjadikan China kambing hitam di beberapa isu global, merupakan komoditas politik yang dipompa jelang Pilpres AS 3 November 2020. Babak paling keras adalah narasi yang dibangun Menlu Pompeo saat berpidato di Perpustakaan Richard Nixon beberapa pekan lalu.

Pompeo mengecam China atas dasar ideologis, spionase, persaingan ekonomi, dan ambisi strategis. Konsulat China di Houston pun ditutup atas tuduhan mata mata. Pompeo seperti berusaha membatalkan semua kemajuan yang dibuat dalam hubungan Sino Amerika selama setengah abad terakhir. Pompeo mengaku ia dididik di Angkatan Darat untuk mengetahui komunis hampir selalu berbohong, bahwa perusahaan China tidak perlu mengejar keuntungan, bahwa mahasiswa China membantu memperluas kerajaan China.

Menurut James Rae, pernyataan demagogis ini tidak menemukan konteks, dan ia menduga diambil dari buku pegangan (politikus) McCarthy, yang menjelekkan “Soviet Lain” melalui tindakan aneh yang menyepelekan. Trump dan pendukung kuat di pemerintahan, seperti tergambar dalam kasus Huawei dan Tiktok berusaha memisahkan sektor teknologi Amerika dan China. Agendanya menciptakan "Jaringan Bersih". Caranya dan kampanyenya, menerapkan tekanan diplomatik kepada negara lain dan perusahaan multinasional agar keluar dari sumber yang tidak dipercaya (China).

Sejauh ini, AS berhasil mengintimidasi Inggris yang bekerjasama dengan Huawei terkait pembangunan jaringan initernet 5G. Singapura juga memilih jalan aman, menggandeng dua perusahaan Eropa. Target akhir Pompeo dan Trump, menihilkan jaringan telekomunikasi China. Tidak ingin ada aplikasi China di ponsel, tidak ada aplikasi Huawei di ponsel apa pun, tidak ada informasi penyimpanan di cloud Alibaba, Baidu, atau Tencent. Amerika ingin melindungi saluran kabel bawah laut dunia untuk akses internet dari Tiongkok. Pada kasus lain, Trump membangun citra buruk terhadap China terkait pandemi global virus corona. James Rae menggaribawahi narasi “virus China atau virus Wuhan”.

Sama seperti eksploitasi wilayah China pada abad ke 19, Amerika Serikat ingin menerapkan kebijakannya dalam pendekatan ekstrateritorial untuk menekan entitas non Amerika agar patuh. AS sejauh ini mendapatkan beberapa sekutu yang diam diam setuju. Selama setiap negara tunduk pada tekanan dan gangguan hegemonik Amerika, semuanya baik baik saja. Jika dengan perang dagang yang diprakarsai AS dan sekarang perang diplomatik (konsulat penutupan), China membalas, operasi dan investasi China dari perusahaan seperti Cisco, Google, Apple, dan ratusan lainnya, mungkin dalam bahaya.

Ini merupakan pelanggaran berat terhadap prinsip dan praktik internasional yang didasarkan pada berbagai kode etik dan aturan WTO. “Itu merugikan diri sendiri (AS) dan selanjutnya akan merusak daya saing dan pemulihan ekonomi Amerika dan merusak ekonomi dunia serta China,” tulis Rae. Gagasan Pompeo tentang "Benteng Bersih" Amerika, mencerminkan sejarah lama, populisme Presiden pertama AS yang diwarnai isu rasial, nasionalis. Cara ini akan dipertahankan hingga Pilpres AS 2020.

Sementara pembawa mata acara “Reality Check” di stasiun televisi CGTN, Wang Guan, membuat narasi yang tak kalah keras terhadap langkah politik Washington. Media televisi ini dikontrol ketat pemerintah Beijing. Menurut Wang Guan, kampanye anti China Trump mengingatkan pada "Ketakutan Merah", setengah abad yang lalu. Uniknya, kata Wang Guan, elite politik AS tidak selalu membebek apa kata Gedung Putih. Senator Dianne Feinstein membuat komentar tentang China yang dianggap mengejutkan banyak orang di Amerika. Ia menyebut China sebagai mitra dagang potensial, dan negara terhormat di antara negara negara lain.

“Saya sangat percaya itu. Saya pernah ke China beberapa kali. Saya telah mempelajari masalahnya," kata Dianne Feinstein dikutip Wang Guan. Feinstein berbicara di rapat dengar pendaat Komite Kehakiman Senat AS beberapa waktu lalu. Wang Guan merasa terkejut, karena pernyataan pejabat senior AS seperti itu sangat jarang. Ia bahkan sudah lupa kapan ada pejabat selevel di AS mengatakan hal seprti itu terhadap negaranya. Komentar Feinstein menuai kritik Partai Republik dan media. Ribuan komentar muncul di Breitbart, menuduh Feinstein menjual Amerika ke Cina, dan menuduhnya mempekerjakan mata mata Tiongkok sebagai pengemudi selama 20 tahun.

Fox News, media televisi yang dianggap pro Trump, sampai mengundang Menlu Mike Pompeo untuk mengulas komentar Feinstein. Pembaca acara Fox News, Maria Bartiromo, bertanya ke Pompeo, "Minggu ini, Dianne Feinstein memuji Cina sebagai bangsa yang terhormat. Mengapa beberapa orang di Kongres tidak mengatakan hal yang sama dengan yang Anda katakan, bahwa pemerintahan ini telah berkomunikasi?" Pompeo menjawab, “Saya melihat pernyataan dari Senator Feinstein. Saya merasa bingung … Saya berbicara di Perpustakaan Nixon tentang ini menjadi pertempuran bukan antara Amerika Serikat dan China tetapi antara otoritarianisme dan kebebasan. Itulah perjuangan yang dibutuhkan dunia. terlibat. Saya berharap setiap anggota Kongres ikut serta. "

Menurut Wang Guan, kampanye "Ketakutan Merah" di AS setengah abad diwarnai semua bentuk pernyataan pemerintah dan propaganda media diarahkan agar satu generasi Amerika membenci, takut, dan membenci negara lain, bentuk pemerintahan, dan rakyatnya. Di sisi lain, setelah berakhirnya Perang Dingin dan dimulainya hubungan AS China, kedua negara belum pernah berperang. Perdagangan dan investasi bilateral meningkat secara eksponensial, sementara peluang yang belum pernah terjadi sebelumnya diciptakan bagi warga negara di kedua sisi dalam pendidikan, pariwisata, dan perdagangan.

Dunia mendapat manfaat dari hubungan AS Tiongkok yang stabil selama bertahun tahun. Wang Guan bertanya, sekarang sisi sejarah manakah yang ingin dipegang oleh para politisi (AS) saat ini? CGTN dan Wang Guang mengaku telah mengajukan permintaan wawancara ke Menlu Pompeo. Tetapi permintaan wawancara itu ditolak Departemen Luar Negeri AS.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *