Para ilmuwan dari Universitas Oxford di Inggris tampaknya sedang dalam perlombaan untuk menemukan obat atau vaksin untuk virus corona. "Setelah kami mendapatkan hasil dari tes efikasi vaksin kami," ungkap Profesor Adrian Hill, direkturInstitut Jenner di Universitas Oxford, mengatakan kepada "Kami bertujuan untuk memiliki sekira satu juta dosis pada bulan September," tambahnya.
"Maka kita akan bergerak lebih cepat lagi, karena cukup jelas bahwa dunia akan membutuhkan ratusan juta dosis." "Idealnya pada akhir tahun, untuk mengakhiri pandemi ini dan membiarkan kita keluar dari penguncian dengan aman," terangnya. Lebih jauh, persetujuan darurat akan diperlukan agar vaksin diproduksi secara massal jika terbukti aman dan efektif.
Petugas kesehatan akan berada di depan antrian untuk uji coba. Tetapi sebelum itu, uji coba manusia di Inggris akan diperluas menjadi 6.000 kasus uji pada akhir Mei 2020. Selasa fase pertama, sekira 1.112 uji coba.
Pada Maret 2020, para ilmuwan di Rocky Mountain Laboratory National Institutes of Health di Montana menginokulasi enam monyet kera rhesus dengan satu dosis vaksin Oxford. “Lebih dari 28 hari kemudian, keenamnya sehat, kata Vincent Munster, peneliti yang melakukan tes di Amerika Serikat,” lapor The New York Times. Secara terpisah, tim peneliti University of Oxford dengan cepat menekankan bahwa timeline sangat ambisius dan dapat berubah.
Sekira Rp 428 miliar telah dipompa ke proyek lain di Inggris, melibatkan Imperial College di London. Sebelumnya, Imperial College di London telah melakukan penelitian terhadap SARS CoV 2 sejak Februari 2020. “Investasi ini akan membantu kami mempercepat program klinis kami," ungkap Robin Shattock, dari Departemen Penyakit Menular London di Imperial College.
"Mulai dari memulai uji keamanan manusia pada Juni hingga menguji apakah vaksin dapat mencegah infeksi di masyarakat yang lebih luas,” jelasnya. "Kami bekerja secepat mungkin untuk menentukan kemanjuran vaksin dan untuk mencapai posisi di mana jutaan atau miliaran vaksin dapat diproduksi dengan cepat," tambahnya. Sejauh ini, lebih dari 3,1 juta orang telah terinfeksi secara global oleh jenis virus corona baru ini dengan jumlah korban jiwa mencapai 211.000.
Di Eropa, Italia, Spanyol, Prancis, dan Inggris telah dirusak oleh krisis Covid 19. Sementara AS telah melaporkan lebih dari 1 juta kasus infeksi dengan jumlah kematian mencapai 56.000. Sebagaimana diketahui, menemukan obat atau vaksin telah menjadi prioritas utama saat lockdown diberlakukan di planet ini secara bertahap .
Pekan lalu, Asia Times melaporkan bahwa uji klinis sudah dilakukan di seluruh dunia. Di China, Institut Nasional untuk Pengawasan Obat dan Makanan , dan Sinovac Biotech telah memulai pengujian manusia di Xuzhou, sebuah kota besar di provinsi Jiangsu. “(Hasil praklinis) pada primata non manusia ditemukan, ketika diberikan dengan dosis yang cukup, vaksin dapat memberikan perlindungan terhadap Sars CoV 2, " sebuah makalah pendahuluan mengatakan setelah dirilis oleh tim peneliti di
Lebih jauh, dua uji coba besar lainnya sudah memasuki tahap kedua di China. Mereka diluncurkan oleh Institut Produk Biologi Wuhan dan Institut Virologi Wuhan, serta Akademi Ilmu Kedokteran Militer Tiongkok dan CanSino Bio. Menurut Science, hingga saat ini ada 76 kandidat vaksin sudah dalam pengembangan.
“Tetapi pejabat kesehatan masyarakat telah memperingatkan bahwa dari awal hingga selesai," ungkap narasumber terkait penelitian tersebut. "Dibutuhkan setidaknya satu tahun untuk membuktikan apakah seorang kandidat aman dan efektif. Dan itu jika tidak ada masalah yang muncul, ” tambahnya. Secara terpisah, tes klinis pertama vaksin di Jerman disetujui awal bulan ini oleh Paul Ehrlich Institut.
Obat ini telah dikembangkan oleh perusahaan Jerman, Biontech, dan Pfizer, raksasa perusahaan di AS. Raksasa dari industri farmasi, GlaxoSmithKline dan Sanofi , juga mengumumkan pada April 2020, mereka telah bergabung untuk mengerjakan vaksin dalam 12 hingga 18 bulan ke depan. "Kami berencana untuk memulai uji coba (segera)," ungkap Emma Walmsley, CEO GSK. Lebih jauh, AstraZeneca, kelompok farmasi terkemuka lainnya , akan memulai uji klinis obat kankernya, Calquence.
Obat tersebut diuji untuk menilai potensinya untuk mengendalikan respons sistem kekebalan yang berlebihan, terkait dengan infeksi Covid 19 pada pasien yang sakit parah. Grup pelayanan kesehatan Amerika Johnson & Johnson juga mengerjakan vaksin seperti halnya bisnis biotek Moderna, yang memulai pengujian awal bulan ini. Di Australia, penelitian telah didanai oleh Koalisi Kesiapsiagaan Epidemi Inovasi , atau CEPI, dan Organisasi Kesehatan Dunia.
Lebih lanjut, melaporkan pada bulan April percobaan pada hewan telah terjadi. "Pada akhirnya, pengembangan dan pengiriman vaksin yang aman dan efektif akan diperlukan untuk sepenuhnya menghentikan penularan," tegas Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO . *WHO belum menetapkan obat atau vaksin apa pun untuk pengobatan virus corona. Hingga saat ini, uji klinis tengah dikembangkan.