Wanita dengansiklus menstruasi tidak teratur, umumnya langsung mengklaim engalami sindrom polikistik ovarium atau polycystic ovary syndrome (PCOS). Padahal, kata dokter spesialis kebidanan dan kandungan, Dr. dr. Kanadi Sumapraja tidak semua masalah keterlambatan menstruasi karena PCOS. "Tidak semua kasus gangguan menstruasi harus dilabel PCOS, jadi kalau ada perempuan tidak harus PCOS," ucap dr. Kanadi saat live bersama RSPI, Selasa (7/7/2020).

Dr. Kanadi menjelaskan biasanya kalau ada wanita mengalami menstruasi yang tidak teratur maka dicari kemungkinan kemungkinan penyakit lain dulu baru yang terakhir adalah PCOS. "PCOS adalah sebuah diagnosis yang paling ujung, kita harus singkirkan berbagai kemungkinan baru sampai kepada PCOS," kata dr. Kanadi. PCOS ini memiliki tiga kriteria yang bisa jadi pendukung seseorang mengalami PCOS yang pertama adalah siklus menstruasi yang tidak teratur.

Artinya waktu menstruasinya melebihi 24 sampai 28 hari sekali bahkan ada yang lebih yakni tiga bulan sekali atau enam bulan sekali. Kriteria kedua adalah ditemuinya aktifitas hormon androgen atau hormon maskulin seperti ditandai bulu yang lebat bahkan jerawat yang berlebih. Terakhir seseorang dinyatakan PCOS kalau berdasarkan pemeriksaan ultrasonografi (USG) induk telur atau ovarium harus mencapai minimal 10 cm kubik dengan jumlah sel telur lebih dari 10.

"Ada tiga kriteria yang harus dipenuhi tidak subur, ada aktivitas hormon androgen, dan hasil ultarasonhrafi pemeriksan jumlah indung telurnya. Mudah mudahan tidak semua label dengan PCOS," pungkas dr. Kanadi. PCOS ini menjadi sesuatu yang dikhawatirkan wanita yang menstruasinya tidak teratur karena banyak pengalaman ibu yang susah hamil ternyata mengalami PCOD dengan gejala yang sering disebutkan mens yang tidak teratur.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *