Politikus PKS mendesak agar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menerapkan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta setelah terjadi lonjakan kasus baru. Untuk diketahui, status di DKI Jakarta saat ini masih perpanjangan PSBB transisi fase satu yang dimulai dari Jumat (3/7/2020) sampai hari ini atau Kamis (16/7/2020). Sekretaris Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Achmad Yani mengaku, khawatir dengan kasus harian Covid 19 karena jumlahnya tetap tinggi.
Puncaknya pada Minggu (12/7/2020) lalu, kasusnya mencapai 404 orang per hari. “Kebijakan ini harus dievaluasi lagi oleh pak Anies. Kalau masyarakat tidak disiplin, sebaiknya kembali saja lagi ke PSBB,” kata Yani berdasarkan keterangan yang diterima pada Kamis (16/7/2020). Yani mengatakan, salah salah pemicu lonjaknya kasus Covid 19 di DKI Jakarta pada masa PSBB transisi adalah banyaknya jumlah pelanggaran protokol kesehatan.
Terutama di transportasi publik dan juga pusat keramaian seperti pasar dan perkantoran. Kekhawatiran PKS bukan tidak berdasar, kapasitas rumah sakit yang ada di Jakarta jumlahnya terbatas dan juga jika lonjakan jumlah menjadi tidak terkendali, maka ekonomi juga akan terdampak langsung. Namun Yani mengingatkan pentingnya ketegasan pemerintah dalam melakukan pengawasan.
Jika ada yang melanggar, maka harus diberi hukuman yang jera sehingga masyarakat akan patuh dan enggan melanggar protokol kesehatan. Misalnya lanjut Yani, anggap saja orang orang yang enggan memakai masker saat keluar rumah, baik itu ke mall, tempat ibadah, dan tempat tempat keramaian lainnya sebagai tindakan yang membahayakan orang lain. Selain itu, DKI juga harus mencaput izin secara permanen bagi tempat usaha yang tidak menerapkan protokol kesehatan.
“Kami rasa dengan begitu semua pihak akan berpikir jika ingin melanggar protokol kesehatan,” ujar Yani yang menjabat sebagai anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta ini. Sementara itu, Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta menilai, kemungkinan Gubernur DKI JakartaAniesBaswedanbakal mengeluarkan kebijakan rem mendadak (emergency brake policy). Kebijakan ini dikeluarkan untuk menyikapi tingginya angka kasus Covid 19 harian di Jakarta.
“Saya bilang memungkinkan (kebijakan rem mendadak), kita tunggu keputusannya yah,” kata anggota Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta Syarif. Meski ada rem mendadak, namun Syarif menduga kegiatan sektoral tetap berjalan. Artinya rem mendadak nanti bukan mengembalikan situasi Jakarta seperti pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada April Mei lalu.
Saat itu, DKI hanya mengizinkan 11 sektor usaha beroperasi, membatasi jam operasional angkutan umum, menutup rumah ibadah, mal, perkantoran dan sebagainya. Namun dengan adanya rem mendadak nanti, DKI akan kembali mengoptimalkan pemeriksaan surat izin keluar masuk (SIKM) di angkutan pribadi. “Saya ragu menerapkan kebijakan rem mendadak secara penuh (seperti PSBB awal), tapi nanti yang sektoral. Tidak ada penutupan portal, tapi nanti (pemeriksaan) SIKM akan muncul lagi,” ujar Syarif yang juga menjadi Sekretaris Komisi D DRPD DKI Jakarta ini.
Kata dia, kebijakan rem mendadak sektoral dikeluarkan dengan harapan perekonomian di Jakarta terus menggeliat. Di sisi lain, masyarakat tetap mematuhi ketentuan pencegahan Covid 19 yakni sikap 3M, yakni memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak. Sebelumnya, Gubernur DKI JakartaAniesBaswedanmengakui bahwa kasus harian Covid 19 pada Minggu (12/7/2020) berada di angka tertinggi mencapai 404 orang.
Bahkan tingkat positivity rate saat ini naik dua kali lipat menjadi 10,5 persen, padahal standar Organsiasi Kesehatan Dunia (WHO) maksimal lima persen. Melalui siaran YouTube Pemprov DKI Jakarta, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI itu kemudian memberikan klarifikasi soal Covid 19 di daerahnya. “Tadi pagi pada pukul 10.00, Dinas Kesehatan melaporkan kasus baru di Jakarta. Dalam seminggu terakhir ini, kita tiga kali mencatat rekor baru penambahan (Covid 19) harian,” kata Anies pada Minggu (12/7/2020).
“Hari ini adalah yang tertinggi sejak kita menangani kasus di Jakarta, ada 404 kasus baru,” lanjut Anies. (faf)